Sumber: Harian Kompas
Chavez, Engkau seperti Bapak
Jumaat, 8 Maret 2013, 08:12 WIB (Waktu Indonesia Barat)
Persoalan Venezuela adalah sejarah dominasi elite kulit putih keturunan
Spanyol. Ini berlangsung ratusan tahun hingga dekade 1990-an. Kepemilikan kue
ekonomi dan dominasi politik ada di tangan elite ini, yang dekat dengan nenek
moyang Spanyol dan kompak dengan Washington.
Era oligarki, kekuasaan elite pengusaha, penguasa, dan militer keturunan
Spanyol lama berkuasa. Elite tidak memedulikan kaum papa dan kelompok mayoritas
dari 30 juta warga Venezuela.
Hugo Chavez (58) berasal dari kelompok mayoritas terpinggirkan. Dia tampil sebagai pelopor dan pembela kaum tertinggal. Ini yang membuat elite Venezuela berang karena hak-hak bisnis mereka dilucuti. Kolaborasi bisnis mereka dengan Eropa dan Amerika Serikat, yang tidak menetes ke warga kecil, ditebas.
Karena itu, ada yang tidak bersedih dengan kepergian Chavez, yang dua tahun terakhir menderita kanker dan meninggal Selasa (5/3) lalu. ”Kebencian dan perpecahan menyebar. Mereka ingin menjadikan dia martir, tetapi saya tertawa,” kata Jose Mendoza (28), ahli komputer yang tinggal di wilayah oposisi di Caracas timur.
Harian Inggris, The Financial Times edisi Rabu, juga menuduh Chavez tokoh yang melemahkan kelembagaan di Venezuela.
Namun, tidak demikian opini warga kebanyakan. Mayoritas menangis dan berduka. Di alun-alun di seluruh negeri, warga berkumpul menunjukkan dukacita. ”Sebelum dia, pemerintah tidak pernah peduli pada kaum papa. Kini anak-anak mempunyai segalanya,” kata Maria Alexandra, ibu beranak enam orang.
Ketika jenazah Chavez diberangkatkan dari rumah sakit menuju Akademi Militer, yang disebut Chavez sebagai rumah keduanya, warga berbondong- bondong mengantar. Jarak 8 kilometer ditempuh iringan pengantar jenazah dalam tujuh jam.
Bukan tangisan ”Korut”
Tangisan merebak. Perempuan, laki-laki, kakek, dan nenek menangis saat jenazah berlalu. Tangisan mereka murni tangisan batin dan ungkapan hati terdalam. Ini bukan tangisan ala warga Korea Utara, yang terlihat dipaksakan saat para pemimpin mereka wafat.
”Aku menyayangimu, Chavez! Engkau seperti seorang bapak,” kata Carlos Betancourt (24).
”Hidup Chavez,” demikian pekikan massa.
”Pemimpin telah pergi, tetapi idenya tidak akan lenyap,” kata Roberto Galindez (32), mantan pemain basket.
Karisma Chavez merebak ke seantero Amerika Latin. Presiden Bolivia Evo Morales, Presiden Argentina Cristina Kirchner, dan Presiden Uruguay Jose Mujica telah berada di Caracas, Rabu, untuk menunjukkan dukacita. Para pemimpin Amerika Latin lainnya segera menyusul.
Banyak orang menyetarakan Chavez dengan pahlawan kemerdekaan Amerika Latin pada abad ke-19, Simon Bolivar.
Kepergian Chavez menimbulkan isu tentang penyebab kematiannya. AS menjadi tertuduh di balik semua itu terkait sikap Chavez yang selalu anti-AS.
”Pemerintah AS tidak akan bisa tenang,” kata Oscar Navas (33), pedagang kaki lima. ”AS akan terus melakukan konspirasi menentang revolusi karena kami antikapitalis. Saya tidak memiliki keraguan sedikit pun bahwa CIA ada di sini, tersembunyi, melakukan apa yang bisa dilakukan untuk mengacaukan negara kami,” ujarnya.(AP/AFP/REUTERS/MON)
Hugo Chavez (58) berasal dari kelompok mayoritas terpinggirkan. Dia tampil sebagai pelopor dan pembela kaum tertinggal. Ini yang membuat elite Venezuela berang karena hak-hak bisnis mereka dilucuti. Kolaborasi bisnis mereka dengan Eropa dan Amerika Serikat, yang tidak menetes ke warga kecil, ditebas.
Karena itu, ada yang tidak bersedih dengan kepergian Chavez, yang dua tahun terakhir menderita kanker dan meninggal Selasa (5/3) lalu. ”Kebencian dan perpecahan menyebar. Mereka ingin menjadikan dia martir, tetapi saya tertawa,” kata Jose Mendoza (28), ahli komputer yang tinggal di wilayah oposisi di Caracas timur.
Harian Inggris, The Financial Times edisi Rabu, juga menuduh Chavez tokoh yang melemahkan kelembagaan di Venezuela.
Namun, tidak demikian opini warga kebanyakan. Mayoritas menangis dan berduka. Di alun-alun di seluruh negeri, warga berkumpul menunjukkan dukacita. ”Sebelum dia, pemerintah tidak pernah peduli pada kaum papa. Kini anak-anak mempunyai segalanya,” kata Maria Alexandra, ibu beranak enam orang.
Ketika jenazah Chavez diberangkatkan dari rumah sakit menuju Akademi Militer, yang disebut Chavez sebagai rumah keduanya, warga berbondong- bondong mengantar. Jarak 8 kilometer ditempuh iringan pengantar jenazah dalam tujuh jam.
Bukan tangisan ”Korut”
Tangisan merebak. Perempuan, laki-laki, kakek, dan nenek menangis saat jenazah berlalu. Tangisan mereka murni tangisan batin dan ungkapan hati terdalam. Ini bukan tangisan ala warga Korea Utara, yang terlihat dipaksakan saat para pemimpin mereka wafat.
”Aku menyayangimu, Chavez! Engkau seperti seorang bapak,” kata Carlos Betancourt (24).
”Hidup Chavez,” demikian pekikan massa.
”Pemimpin telah pergi, tetapi idenya tidak akan lenyap,” kata Roberto Galindez (32), mantan pemain basket.
Karisma Chavez merebak ke seantero Amerika Latin. Presiden Bolivia Evo Morales, Presiden Argentina Cristina Kirchner, dan Presiden Uruguay Jose Mujica telah berada di Caracas, Rabu, untuk menunjukkan dukacita. Para pemimpin Amerika Latin lainnya segera menyusul.
Banyak orang menyetarakan Chavez dengan pahlawan kemerdekaan Amerika Latin pada abad ke-19, Simon Bolivar.
Kepergian Chavez menimbulkan isu tentang penyebab kematiannya. AS menjadi tertuduh di balik semua itu terkait sikap Chavez yang selalu anti-AS.
”Pemerintah AS tidak akan bisa tenang,” kata Oscar Navas (33), pedagang kaki lima. ”AS akan terus melakukan konspirasi menentang revolusi karena kami antikapitalis. Saya tidak memiliki keraguan sedikit pun bahwa CIA ada di sini, tersembunyi, melakukan apa yang bisa dilakukan untuk mengacaukan negara kami,” ujarnya.(AP/AFP/REUTERS/MON)
2.
Ada dua tiga persoalan
yang membuat kita memetik dan menyiarkan berita di atas. Sebenarnya ini
bukanlah kali pertama kita bercakap tentang Parti Sosialis Malaysia (PSM).
Sebelum ini kita pernah menyentuh isu kerusi DUN Kota Damansara dalam PRU13
yang lalu ―
khususnya berhubung persoalan pengurusan disiplin dalam parti politik ― setelah Pakatan Rakyat dan ‘sahabat’nya, PSM bertempur dalam DUN di atas. Baru-baru ini dalam Mesyuarat Agung PSM beberapa
isu telah dibangkitkan, khususnya isu sekitar keahlian dan kesepakatan PSM
dengan Pakatan Rakyat, ucapan presiden kebangsaan PSM, Dr Nasir Hashim dan juga pandangan setiausaha
agungnya S Aruchelevan. Tak kurang menarik ialah akibat sakat santai tapi
berbisa TT dalam kes tangkapan pil kuda di Kelantan.
Apakah lambang
pil kuda ― sama
seperti logonya PSM, sebuah penumbuk (clenched
fist) ― adalah
kesan langsung satu kefahaman yang tertancap dalam kepala orang ramai sehingga ia
telah mengakar menjadi semacam satu ‘kepercayaan’? Apakah benar bahawa yang dipantak ke dalam
kepala orang ramai, khususnya orang-orang Melayu umumnya bahawa sesungguhnya
yang namanya sosialis itu adalah kelompok komunis atau ala-ala Komunis yang anti-Tuhan?
Bagi kita
kerja-kerja di atas adalah contoh nyata tentang pantakan persepsi yang mahu
dijadikan lambang@senjata untuk merebut kuasa, hatta dalam parti sekali pun. Oleh itu jangan terkejut jika persoalan syiah,
atau persoalan si anu itu pronya team itu atau si polan adalah pronya team ini,
akan dicanang semula dengan gencarnya
menjelang musim pemilihan nanti. Dan
jangan juga terkejut jika ramai di kalangan yang mahukan jawatan ini menerkam dan
bersila di depan Utusan Malaysia demi kerja mengobral ubat kuatnya. Semoga petikan di atas tentang Chavez sedikit
sebanyak dapat menyakinkan sesetengan puak-puak dalam Pakatan Rakyat (baik yang berteraskan agama, sosialis ataupun
nasionalismenya) dan memperlihat dengan jelas bahawa yang membuat seseorang itu
hebat bukan kerja pidatonya semata-mata.
Mendiang Chavez itu merakyat. Maka
kita tidak begitu terkejut jika Aru memperkatakan watak ini di dalam AGM PSM.
Apakah kita
tidak nampak bayang-bayang perwatakan merakyat ini dalam dirinya Syed Husin Ali
atau pun sahabat Paksi, Cikgu Ishak
Surin, sekadar memberikan satu dua nama?
Adalah nyata bahawa dalam kehidupannya, orang-orang yang akarnya sosialis
ini telah memilih jalan yang menyebelahi rakyat dan bukanlah sebaliknya. Dalam konteks ini, bila agaknya kita benar-benar
dapat melihat bayangannya watak merakyatnya Nabi Muhammad SAW dalam kehidupan
harian para pemujanya, khususnya mereka yang sangat hebat pidatonya tentang Nabi?
Ertinya yang kita mau bersama watak-watak
yang ‘no talk-talk only, but must do-do’.
No comments:
Post a Comment