lemas daku pada sendawara anarkis mencerca minda. lemas pada si rampok; kerjanya meraung-raung, “aku sudah betul-betul teraniaya, si bangsat ini rupanya tidak berduit!”. ini buktiku, wahai sang hakim, dompetnya kosong!
bosan, marah, kecewa. pada nanar ― seluruh gelombang laut diri. kampungku berantakan dilacuri lurah, becusnya hanya pidato slogan: tentang keharmonian agama, ibadat dan segalanya yang satu.
semalam...seluruh desa pada nonton, lurahku lagi narkorsis, dansanya asyik ― tanpa seurat benang.
benderang rumah kaca bersama si rampok.
ii
maka beginilah fikirku.. lebih bagus berbicara dengan daun, jengkerik, burung dan embun..mempung otaknya belum tersiram ayat-ayat munafik...
‘pak, pak semalam pak lurah juga ke sini. oleh-olehnya batik, sepuluh ringgit buat seluruh monyet. pesannya gini: esok kalau nyoblos mestinya bapak. itu oleh-olehnya biar..kebagian’.
ahh..edan fikirku, ganasnya kaki―tangan lurahku!
No comments:
Post a Comment