Monday, November 15, 2010

Kuasa dan keangkuhannya

Menghadapi keangkuhan kuasa(1)


“ Bupati datang di Kemuning untuk melantik lurah-lurah baru.  Mesin Politik yang ikut dalam rombongan Bupati berbisik pada Pak Camat: “Kami tahu, siapa aktor intelektual yang menyebabkan kami gagal.”  Pada waktu itu sedang terkenal istilah ‘aktor intelektual’, pemicu segala macam keonaran.  Aktor intelektual yang dimaksudkan mungkin dirinya sendiri, mungkin orang lain.    

Camat mengatakan, “Bukan gagal.  Hanya tidak seratus persen.”  Ia sudah merasakan ada sesuatu yang akan terjadi.

“Ingat, target Pilkades dan Pemilu kita ialah seratus persen.  Itu kalau kau masih mau jadi Sekda,” bisik Mesin Politik lagi.

Perasaan was-was camat terjawab beberapa minggu kemudian.

Dengan berat ia pergi ke kamar Abu ― tidak memanggil seperti biasa ― di tangannya ia menenteng sebuah surat tembusan.  Di tempatnya Abu juga sedang membaca sebuah surat.  Segera saja dia tahu bahwa surat itu bunyinya sama.

“Itulah yang disebut kenyataan,” kata Pak Camat.

“Sayang kerja sama kita berakhir begini.”

“Saya mengerti Pak.”

“Sekarang giliranmu, lain kali giliranku.  Tahukah kau, mengapa aku praktis tidak pernah naik pangkat?  Mengapa aku ditempatkan di kecamatan bukit ini?”

“Ya, kurang lebih.”

Surat itu berisi tentang pemindahan Abu dari kecamatan itu.

“Maafkan, semua kesalahan saya, Pak.”

“Tidak ada kesalahan, tidak ada yang harus dimaafkan.  Kita semua menghadapi soal yang sama.  Jangan bilang-bilang, kita sama-sama menghadapi keangkuhan kekuasaan.

Entah apa sebabnya Abu menyeka matanya.”

__________________________________________________________________
(1) Kuntowijoyo, Mantra Pejinak Ular (Kompas, Jakarta, 2000) halaman 100 – 101 






No comments: