Pembunuhan
Rohingya di Burma: Kita jadi penonton saja?
Sumber:
Harakahdaily
“KUALA LUMPUR: Kerajaan Malaysia didesak supaya memainkan
peranan yang lebih prihatin sebagai salah sebuah anggota Asean yang menjadikan
Islam sebagai agama rasmi untuk memastikan umat Islam di rantau ini tidak
dizalimi oleh mana-mana pihak.
Demikian tegas Penolong Setiausaha Dewan Ulamak PAS
Pusat, Ustaz Nazmi Nik Din ketika mengulas laporan media antarabangsa mengenai
situasi yang menyedihkan yang menimpa umat Islam Rohingya di Myanmar.”
Membaca desakan di atas, kita teringat kepada apa yang
pernah ditulis oleh anak watan Burma yang terkenal itu, Aung San Suu Kyi. Inilah petikan
tulisannya:
“How many can be said to be leading normal lives
in a country where there are such deep divisions of heart and mind, where there
is neither freedom nor security? When we ask for democracy, all we are asking
is that our people should be allowed to live tranquilly under the rule of law,
protected by institutions which will guarantee our rights, the rights that will
enable us to maintain our human dignity, to heal long festering wounds and to
allow love and courage to flourish. Is
that such a very unreasonable demand?” (halaman 205)
Aung San Suu
Kyi, “Letters from Burma”, Penguin Books
, 1997
II.
Tentunya kita
teringatkan kepada pemerintah kita. Kita
berdiam diri dan menjadi pemerhati?
Di samping itu kita juga teringat dan mengharapkan sahabat-sahabat kita dari pelbagai agama melakukan sesuatu. Kata orang, berdiam diri samalah seperti mengakuri perbuatannya - pembunuhan massal sesama manusia.